Jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan
kebenaran dapat ditempuh dengan jalan, yaitu: ilmu, filsafat dan agama. Ketiga
jalan ini mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung yang
satu terhadap yang lainnnya.
Ilmu Pengetahuan
Sebagai ilustrasi dikisahkan, bertanyalah
seorang kawan kepada ahli filsafat yang arif dan bijaksana, “Bagaimana caranya
agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?
“Mudah saja”, jawab filosof itu, “Ketahuilah apa
yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu” (Jujun, 1990:19).
Dari ilustrasi ini dapat digambarkan bahwa
pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu dan merupakan hasil proses dari
usaha manusia. Beranjak dari pada pengetahuan adalah kebenaran, dan kebenaran
adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupannya manusia dapat memiliki berbagai
pengetahuan dan kebenaran.
Adapun–sebagaimana dikatakan Burhanuddin Salam
(1995:5)–beberapa pengetahuan yang dimiliki manusia, yaitu:
1. Pengetahuan biasa atau common sense.
2. Pengetahuan ilmu atau science
3. Pengetahuan filsafat
4. Pengetahuan religi
Sedang ilmu pengetahuan sendiri mempunyai
pengertian sebagai hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu
sistematika mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidiinya (alam, manusia, dan juga
agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu
penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan experimental
(Anshari, 1979:157).
Filsafat
Endang Saifuddin Anshari, MA (1979:157),
mendefiniisikan filsafat sebagai hasil daya upaya manusia dengan akal budinya
untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat
sarwa yang ada: (a) Hakekat Tuhan; (b) hakekat alam semesta; (c) hakekat
manusia; serta sikap manusia termasuk sebagai konsekwensi daripada faham
(pemahamnnya) tersebut.
Hal yang menyebabkan manusia berfilsafat karena
dirangsang oleh: ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia dalam
kehidupannya (Rapar, 1996:16).
Untuk itulah dalam berfikir filsafat perlu
dipahami karakteristik yang menyertainya, pertama, adalah sifat menyeluruh
artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang
ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang
lainnya, kedua, sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikirfilsafat
tidak sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak
secara fundamental, dan ciri ketiga, sifat spekulatif, bahwa untuk dapat
mengambil suatu kebenaran kita perlu spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini
kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal
dari perjelajahan pengetahuan (Jujun, 1990:21-22)
Agama
Agama–pada umumnya– merupakan (10 satu sistem
credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di
luar manusia; (20 satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang
dianggapnya mutlak itu; (3) satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan
tata keimanan dan tata peribadatan (Anshari, 1979:158).
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena
agama menekankan keterlibatan pribadi. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur
dengan tingginya nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada obyek yang ia
sembah. Seseorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat
terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan
kebaikan.
Agama tak dapat dipisahkan dari bagian-bagian
lain dari kehidupan manusia, jika ia merupakan reaksi terhadap keseluruhan
wujud manusia terhadap loyalitasnya yang tertinggi. Sebaiknya, agama harus
dapat dirasakan dan difikirkan: ia harus diyakini, dijelaskan dalam tindakan
(Titus, 1987:414).
Titik Persamaan dan Perbedaan
Baik ilmu, filsafat ataupun agama
bertujuan–sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang–sama yaitu kebenaran.
Namun titik perbedaannya terletak pada sumbernya, ilmu dan filsafat berumur
pada ra’yu (akal, budi, rasio, reason, nous, vede, vertand, vernunft) manusia.
Sedangkan agama bersumberkan wahyu.
Disamping itu ilmu pengetahuan mencari kebenaran
dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri) dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian. Filasafat menghampiri kebenaran dengan
exploirasi akal budi secara radikal (mengakar); tidak merasa terikat oleh
ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Manusia
mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan
mempertanyakan pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran
positif (berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran
spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiri, riset dan
eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat kedua-duanya
nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut) karena
agama adalah wahyu yang diturunkan Allah.
Baik ilmu maupun filsafat dimulai dengan sikap
sanksi dan tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya atau
iman (Annshari, 1996:158-160).
1)Filsafat dan agama
Dalam buku filsafat agama karangan Dr.H.Rosjidi diuraikan
tentang perbedaan dengan agama.
a. Filsafat :Filsafat berarti berpikir
Willian Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk
memahami.
C.S Lewis membedakan enjoyment & contemplation misalnya
: laki-laki mencintai perempuan.
Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin
tenang. Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang & jernih
dan dapat dilihat dasarnya. Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan
penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak. Filsafat, walaupun
bersikap tenang dalam pekerjaannya sering mengeruhkan pikiran pemeluknya. Ahli
filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian & argumen,
walaupun argumennya sendiri.
b. Agama :Agama berarti mengabdikan diri dan hidup secara beragama
sesuai dengan aturan-aturan agama itu. Agama menuntut pengetahuan untuk
beribadah yang utama merupakan hubungan manusia dengan tuhan. Agama dapat
dikhiaskan dengan enjoyment atau rasa cinta seseorang. Agama banyak berhubungan
dengan hati. Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari
bendungan dengan gemuruhnya. Agama oleh pemeluk-pemeluknya. Agama dengan
semangat & perasaan pengabdian diri, juga mempunyai efek yang memenangkan
jiwa pemeluknya.
2) Filsafat & ilmu pengetahuanMenurut Louis Kattsoff mengatakan
bahwa : bahasa yang dipakai dalam filsafat & ilmu pengetahuan dalam
beberapa hal saling melengkapi.Harold H.Titus menerapkan ilmu pengetahuan
mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi aktual & deskriptif, yang
sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat.
3) Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lainFilsafat
menyelidiki, serta memikirkan seluruh alam kenyataan & menyelidiki
bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Filsafat tidak saja menyelidiki
tentang sebab akibat tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Dalam
pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya &
hendak kemana perginya.
Sejarah Perkembangan Filsafat Dunia, seperti yang kita tahu bahwa setiap
peristiwa atau atau cerita, tokoh, pasti punya sejarah. Sejarah memang sangat
penting untuk kita tahu, karena dengan mengaetahui sejarah maka dengan
sendirinya kita akan cinta pada suatu hal yang sedang kita pelajari atau yang
ingin kita tahu.
Contohnya mempelajari filsafat, dengan menetahui Sejarah Perkembangan Filsafat Dunia, maka dengan
sendirinya kita termotifasi untuk mempelaji filsafat. Silahkan anda baca
dibawah ini sejarah perkembangan filsafat
Meski istilah philosophia (Φιλοσοφία) pertama kali
dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar
filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta (sekarang di pesisir barat
Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos,
filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal
mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950),
menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa
periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu
1. Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang
dianggap sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta.
Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali
hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir dari perut ikan.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi,
Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan
jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat
dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh
manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan
pernapasan di dalam tubuh manusia.
Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang
lebih berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.
2. Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan
para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada
masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir
sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran
hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan
menjadi sumber kebenaran.
3. Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang
menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau
kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli
dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara
tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii,
dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan
matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon
of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai
ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama,
filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah,
politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori
peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami
kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban
islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus
berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa
belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab
yang disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh
Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua
menyatakan bahwa orang Eropah belajar filsafat orang-orang Yunani dari
buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin
(1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh
pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang
dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya
dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury,
seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali
buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab,
yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan
filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates
(469 – 399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu
diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman
Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya
Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat
karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid
pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan
Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus
mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi,
Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan Ibnu
Rushd. Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar
di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang
lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer). Ibnu
baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya
kedua orang ini bisa menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun
seorang dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang
dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai
seorang filosof. Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang
ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemuka-pemuka agama,
sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol untuk
menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu
Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula (First
Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan
kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang
bernilai.
Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang
diwakili oleh Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali
yang berjudul Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak
gereja untuk menghambat berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman
Renaisance. Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan
seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali
hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan
Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya
Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan
dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam.
Hoesin (1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd
merupakan titik awal keruntuhan peradaban Islam yang didukung oleh maraknya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat
Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu dalam peradaban
Islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan
kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan
Ibnu Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd
(Averroisme) dan paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran
filsafat Ibnu Rushd ini antara lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan
Roger Bacon. Mereka yang menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan
argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya
Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan
oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah
masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
4. Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropah mengalami kebangkitan.
Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan
filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd
diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa
kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya kaum muslimin antara
lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup Besar Kristen di Toledo
pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke
Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan
Mikraj Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya
Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John
Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat
ajaran Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka
agama Kristen, sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu
disusul dengan putusan Papal Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran
dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam
mulai berkembang lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas
Naples, yang kemudian memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab
berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus
Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan filsafat
berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu
Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak
orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar
Ibnu Rushd dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab
Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk menterje-mahkan
karya-karya filsafat Islam ke dalam Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan
ilmu pengetahuan di Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang pernah dilakukan
oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong
pengembangan ilmu pengetahuan di Jazirah Arab.
Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk mengembangkan pengetahuan
diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman
bernama Hermann untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian
menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi dan Ichtisar Syair karangan
Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang
diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.
5. Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan
menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad
kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran
yang mereka anut adalah rasionalitas, empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa
bangkit melampaui dunia islam. Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van
Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger
Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme berusaha menentang
berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo
dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan
perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan
terhadap gereja dan raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu
pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada masa ini banyak muncul para
ilmuwan seperti Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan
perlawanan kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk
berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka,
serta hak berfikir. Hal serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam
penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk
bangkit dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat
Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan
peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha
membangkitkan umat Islam untuk menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis
taklid. Hal tersebut dilakukan oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan
ilmu yang berasal dari al-Quran dan hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku
Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu
sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan
segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian
kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal
yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi
kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari
bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung
menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir ( menyadari) maka
aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran
itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly
and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah
itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam
menentukan kebenaran. Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka
yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat
lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut
pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk
pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan
tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas
tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu
sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa
masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita
ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.
Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern.
Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant
saling menkritik satu sama lain.
Referensi
JWM. Bakker: Sejarah Filsafat dalam Islam. Penerbit, Yayasan Kanisius,
Anggota Ikapi. Yogyakarta, Cetakan ke 7. 2001
http://alkohol7.wordpress.com/2008/04/09/makalah-filsafat/
Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed
Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books, State University of New York
dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Harian KOMPAS Rabu, 02 Mar 2005 Halaman: 46
Sejarah dan Perkembangan Filsafat Islam - Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat
yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini
sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat
(Yunani).
Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan
peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang
hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat
dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh
St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius
Boethius (480–524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang
Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi
dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya,
karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories,
dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi
mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang
oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan
Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa,
maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak
akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari
terjemahanterjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam
(Haerudin, 2003).
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat
Islam sebagai mata rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern.
Kecenderungan ini disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah
berakhir sejak kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan
Louis Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Menurut
Kartanegara (2006) dalam filsafat Islam ada empat aliran yakni:
Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan
filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah
menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta
penekanan yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni:
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w.
1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran,
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi
metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan
kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas sejati
(nur al anwar), cahaya di atas cahaya.
Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada
akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah
Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili
oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang
dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau yang dikenal dengan Mulla
Shadra yaitu seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di
atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat
dianjurkan. Dalam Al Quran kata al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih
780 kali. Hadis juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang
diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada
hari akhirat, dan mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya,
penciptanya, para nabinya, utusan Allah, pemimpin Islam, sifat Tuhan, hari
akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam
tidaklah berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari
alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. Dengan
demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk
mengenal Tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah
realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang
besifat qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi
yang mulia sebagai obyek ilmu.
Filsafat adalah
studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Setelah sebelumnya saya menulis PintuMasuk ke Dunia Filsafat, maka sudah saatnya anda
penggemar Mahardhika.net mengetahui lebih lanjut tentang pintu masuk dunia
filsafat. Kali ini menjelaskan cabang-cabang filsafat yang nantinya
dipergunakan untukmengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Filsafat itu selalu bersifat "filsafat tentang"
sesuatu yang tertentu karena filsafat bertanya tentang seluruh kenyataan.
Contohnya filsafat tentang manusia, filsafat alam, filsafat kebudayaan,
filsafat seni, filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat sejarah, filsafat
hukum, filsafat pengetahuan dan seterusnya. Seluruh jenis filsafat tersebut
dapat dikembalikan lagi kepada empat bidang induk, seperti dalam skema ini.
Epistemologi
|
:
|
pengetahuan tentang pengetahuan
|
Logika
|
:
|
menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan supaya
berpikir sehat
|
Kritik ilmu-ilmu
|
:
|
menyelidiki titik pangkal, metode dan objek dari ilmu-ilmu
|
Ontologi
|
:
|
pengetahuan tentang "semua pengada sejauh mereka
ada"
|
Teologi metafisik
|
:
|
(disebut juga teodise atau filsafat ketuhanan) berbicara
tentang pertanyaan apakah Tuhan ada dan nama-nama tentang ilahi
|
Antropologi
|
:
|
berbicara tentang manusia
|
Kosmologi
|
:
|
(disebut juga filsafat alam) berbicara tentang alam,
kosmos
|
Etika
|
:
|
(disebut juga filsafat moral) berbicara tentang tindakan
manusia
|
Estetika
|
:
|
(disebut juga filsafat seni) menyelidiki mengapa sesuatu
dialami sebagai indah
|
Sejarah filsafat
|
:
|
mengajarkan apa jawaban pemikir-pemikir sepanjang zaman
|
Tidak semua filsuf setuju dengan pembagian seperti yang
diuraikan diatas. Ada filsuf yang menyangkal kemungkinan ontologi atau seluruh
metafisika. Namum pembagian ini adalah skema yang paling klasik dan paling umum
diterima.
EPISTEMOLOGI
Apa itu pengetahuan? Apakah sesuatu hasil dari pengamatan?
Dari akal budi? Atau justru dari interaksi dari panca indera dan akal budi?
Ataukah pengetahuan yang hanya bersifat intuitif? Apakah kita akan mendapat kepastian
bahwa pengetahuan kita benar? Apakah pengetahuan itu tidak bersifat hipotesis?
Pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan
pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan, tentang asal pengetahuan
dibicarakan dalam epistemologi. Kata epistemologi berarti "pengetahuan
(Yunani:logia) tentang pengetahuan (episteme)".Dalam sejarah filsafat,
terlihat suatu gerakan gelombang dari periode-periode perkembangan dan
zaman-zaman skeptisis. Setiap akan mencapai suatu puncak, orang akan mulai ragu-ragu.
Orang bertanya, apakah didunia ini memang pernah akan mampu mencapai suatu
kepastian tentang kebenaran pengetahuan kita.
Pemikir-pemikir seperti Augustinus dan Descrates memperlihatkan
bahwa skeptisisme tidak dapat dipertahankan secara konsekuen.
Skeptisis-skeptisis menyangsikan tentang apa saja, sekurang-kurangnya meyakini
bahwa apa saja dapat diragukan kebenarannya. Kelihatannya setiap manusia juga
seorang skeptisis, menerima bahwa setidak-tidaknya ada hal yang pasti.
Ada dua aliran falsafi yang mempunyai peranan besar dalam
diskusi tentang proses pengetahuan yaitu rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme (Latin:ratio 'akalbudi') mengajarkan bahwa akal budi merupakan
sumber utama pengetahuan. Rasionalisme mempunyai akar-akar yang sangat tua,
tetapi dalam zaman modern (setelah sekitar 1600) rasionalisme mendapat tekanan
baru pada filsuf-filsuf seperti Descartes, Spinoza danLeibniz.
Lawan rasionalisme adalah empirisme (Yunani:empeiria 'pengalaman') mengajarkan
bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi, bukan dari akal budi karena
akal budi berisi tentang kesan-kesan dari pengamatan. Baru kemudian kesan-kesan
ini dihubungkan oleh akal budi menjadi ide-ide majemuk. Tokoh-tokoh empirisme
itu antara lain
EPISTEMOLOGI
Apa itu pengetahuan? Apakah sesuatu hasil dari pengamatan?
Dari akal budi? Atau justru dari interaksi dari panca indera dan akal budi?
Ataukah pengetahuan yang hanya bersifat intuitif? Apakah kita akan mendapat
kepastian bahwa pengetahuan kita benar? Apakah pengetahuan itu tidak bersifat
hipotesis?
Pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan
pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan, tentang asal pengetahuan
dibicarakan dalam epistemologi. Kata epistemologi berarti
Pemikir-pemikir seperti Augustinus dan Descrates memperlihatkan
bahwa skeptisisme tidak dapat dipertahankan secara konsekuen.
Skeptisis-skeptisis menyangsikan tentang apa saja, sekurang-kurangnya meyakini
bahwa apa saja dapat diragukan kebenarannya. Kelihatannya setiap manusia juga
seorang skeptisis, menerima bahwa setidak-tidaknya ada hal yang pasti.
Ada dua aliran falsafi yang mempunyai peranan besar dalam
diskusi tentang proses pengetahuan yaitu rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme (Latin:ratio 'Spinoza danLeibniz.
Lawan rasionalisme adalah empirisme (Yunani:empeiria 'Bacon , Hobbes , Locke danHume .
Tetapi oleh Immanuel Kant,
empirisme dan rasionalisme didamaikan. Kant memperlihatkan bagaimana peranan
panca indera dan akal budi dalam suatu analisis raksasa dari seluruh proses
pengetahuan dimana semua unsurnya yang berperan. Setelah Kant, epistemologimerupakan cabang
filsafat yang sangat berkembang. Banyak filsuf masa kini lebih dikenal
sebagai epistemolog.
LOGIKA
Logika (Yunani:logikos 'berhubungan dengan pengetahuan',
'berhubungan dengan bahasa') merupakan cabang filsafat yang menyelidiki
kesehatan berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya
pernyataan-pernyataan kita sah. Logika tidak mengajarkan apapun tentang manusia
atau dunia. Logika hanyalah suatu teknik atau seni yang mementingkan segi
formal.
Semua argumentasi itu betul kalau semua langkah dari
argumentasi itu betul. Langkah-langkah ini terdiri dari kalimat-kalimat
(proposisi-proposisi), dan setiap kalimat terdiri dari subjek dan predikat.
Mari kita perjelas dengan sebuah contoh :
Jika semua orang Indonesia senang makan nasi (A)
dan jika Parto seorang warga negara Indonesia
(B)
maka Parto senang makan nasi
(C)
Argumen ini terdiri dari tiga kalimat. Kalimat A dan B
disebut premis-premis dan kalimat C disebut konklusi. Setiap kalimat terdiri
dari subjek (yaitu: 'semua orang Indonesia' dan 'Parto') dan predikat (yaitu:
'senang makan nasi' dan 'warga negara Indonesia'). Nah, logika bertugas
menyelidiki syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya dapat ditarik sebuah
kesimpulan yang sah. Usaha ini terlihat sederhana, tapi soal-soal yang
dibicarakan dalam logika sangatlah kompleks.
Aliran Filsafat Idealisme
Aliran idealisme merupakan
salah satu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Tokoh aliran idealisme
adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran
idealismeberanggapan bahwa keberadaan idea tidak tampak dalam wujud
lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni
(tetap, tidak berubah dan bergeser). Sedangkan idea sendiri adalah hakikat
murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak,
tidak bisa dijangkau oleh material.
Menurut Plato, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea.
Plato Mengenai
kebenaran tertinggi mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia
dalam menjadi contoh bagi pengalaman.
Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan
sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang
dialami sehari-hari. jadi, Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan
yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah.
Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit
sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah
mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah
memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat
menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Alam dalam pandangan Aliran idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab
posisinya tidak menetap. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang
tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea. Aliran
idealisme dalam
kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua
macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku
makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang
hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang
merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh
di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan
kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan
wujud yang hakiki.
Kadangkala dunia idea
adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang
arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut
Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh
jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang
beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang
kreatif (Peursen, 1978:36).
Pada prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata
di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya
tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah
arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Manusia menganggap roh
atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi
kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang
sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma. inilah Inti terpenting dari ajaran aliran
idealisme. Aliran
idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan
tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia.
Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu,
adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru
(Bakry, 1992:56).
Memang para filosof aliran idealisme memulai sistematika berpikir mereka
dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam
pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi
pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme.
Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam
pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali
dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di
balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal
alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang
lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat
pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi,
Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan
alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan
demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata,
dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos).
Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat
idealisme (Van der Viej,
2988:19).
Memang kenyataannya
sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan
Plato. Ini disebabkan aliran
Platonisme ini bersifat
lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan
mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri, serta dalam mencari jalan
melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada
alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Padahal pengenalan alam nyata
sendiri belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Oleh karena itu
dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut
tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah
filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah
pikirannya yang pokok dan utama.
Betran Russel
mengatakan: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato
adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan
dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang
merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan
menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga,
pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah
pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan
(Ali, 1990:28).
referensi: Bertens,K. Ringkasan
Sejarah Filsafat, Yogyakarta:Kanisius. 1976. wikipedia,akhmadsudrajat.wordpress.com, Daniel
Breazeale. 1999. "Friedrich Wilhelm Joseph Schelling". In The
Cambridge Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 816-817 London: Cambridge
University Press.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat
tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan
sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu
membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri
eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa
penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Thales 624 SM -
546 SM Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada
abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis
dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan
berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di
dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga dikenal
sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta
sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'. Selain
sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan
politik. Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke
dalam Mazhab Miletos. Thales tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis mengenai
pemikiran filsafatnya. Pemikiran Thales terutama didapatkan melalui tulisan
Aristoteles tentang dirinya. Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang
yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta. Karena
itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural
philosophy) Anaximandros 610 SM - 546 SM Anaximandros adalah seorang filsuf
dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya
dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi
perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan
bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya
satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini. Anaximenes 545 SM - 528 SM
Anaximenes adalah seorang filsuf yang berasal dari kota Miletos, sama seperti
Thales dan Anaximandros. Anaximenes hidup sezaman dengan kedua filsuf tersebut,
kendati ia lebih muda dari Anaximandros. Ia disebut di dalam tradisi filsafat
Barat, bersama dengan Thales dan Anaximandros, sebagai anggota Mazhab Miletos.
Anaximenes adalah teman, murid, dan pengganti dari Anaximandros. Sebagaimana
kedua filsuf Miletos yang lain, ia berbicara tentang filsafat alam, yakni apa
yang menjadi prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Pythagoras 582 SM - 496 SM
Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling terkenal
melalui teoremanya. Mendapat julukan sebagai "Bapak Bilangan" atau
"Bapak Matematika" dan memberi sumbangan yang penting terhadap
filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Kehidupan dan ajarannya
tidak begitu jelas akibat banyaknya legenda dan kisah buatan mengenai dirinya.
Salah satu petinggalan pythagoras yang terkenal adalah teoremanya. Teorema
Pythagoras menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku
adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki kakinya (sisi siku sikunya).
Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya
pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepadanya karena ia yang pertama kali
membuktikan pengamatan ini secara matematis. Pythagoras dan muridnya percaya
bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika dan merasa
bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus berritme. Ia
percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan
dalam bilangan atau perbandingan bilangan. Alkmeon 500 SM Alkmeon adalah seorang
filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Phytagoras. Ia adalah murid dari
Phytagoras. Dia adalah filsuf pertama dari mazhab tersebut yang mengeluarkan
karya dalam bidang ilmu alam. Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai
dokter. Ia banyak berkarya di bidang pengobatan dan juga di dalam ilmu alam. Ia
juga dikenal sebagai fisiologis pertama. Philolaos 500 SM Philolaos adalah
seorang filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Phytagoras. Tokoh Ilmuwan Penemu -
http://www.tokoh-ilmuwan-penemu.com Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal
sebagai dokter dan juga penulis. Ia adalah filsuf pertama dari Mazhab
Phytagoras yang mengeluarkan karya tertulis. Namanya disebut-sebut di dalam
koleksi-koleksi teori medis sejak awal abad ke-5 SM. Selain itu, terdapat
keterangan tentang dirinya dari sebuah papirus yang terdapat di British Museum.
Hanya ada sedikit fragmen dari tulisannya yang masih tersimpan hingga kini.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah "Perihal Alam" (On Nature)
Hippasus 500 SM Hippasus dari Metapontum adalah seorang filsuf penganut aliran
Phytagoras. Ia termasuk ke dalam golongan filsuf dari aliran Phytagoras Tua,
yakni sebelum sekolah dari aliran Phytagoras di Kroton ditutup pada abad ke-5
SM. Beberapa filsuf lain yang termasuk golongan aliran Phytagoras Tua adalah
Cercops, Petron, Brontinus, Kalliphon, Democedes, dan Parmeniscus. Tidak ada
karya tertulis yang masih tersimpan dari semua filsuf tersebut, termasuk
Hippasus. Ketika aliran Phytagoras terpecah menjadi dua kelompok, akusmatikoi
dan mathematikoi, Hippasus menjadi pemimpin dari kelompok mathematikoi.
Kelompok akusmatikoi melihat perlunya menaati semua peraturan aliran Phytagoras
dengan seksama, sedangkan kelompok mathematikoi mengutamakan pengajaran ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu pasti. Ia dianggap sebagai penemu bilangan
irasional, khususnya membuktikan bahwa akar kuadrat dari 2, \sqrt{2}, adalah
bilangan irasional Democritus 460 SM - 370 SM Democritus yang lahir di Abdera
adalah seorang filsuf Yunani yang mengembangkan teori mengenai atom sebagai
dasar materi. Karyanya dijadikan sebagai pelopor ilmu fisika materi yang
menutup kemungkinan adanya intervensi Tuhan atau Dewa. Dalam bidang Astronomi
dia juga orang pertama yang menyatakan pendapat bahwa galaxi Bima Sakti adalah
kumpulan cahaya, gugusan bintang yang letaknya saling berjauhan. Teori
Democritus (yang tidak diterima oleh Aristoteles) tidak diacuhkan orang selama
Abad Pertengahan dan punya sedikit pengaruh terhadap ilmu pengetahuan. Meski
begitu beberapa ilmuwan terkemuka dari abad ke-17 (termasuk Isaac Newton)
mendukung pendapat serupa. Tetapi, tak ada teori atom dikemukakan ataupun
digunakan dalam penyelidikan ilmiah. Dan lebih penting lagi tak ada seorang pun
yang melihat adanya hubungan antara spekulasi filosofis tentang atom dengan hal-hal
nyata di bidang kimia. sampai Dalton muncul menyuguhkan "teori
kuantitatif" yang jelas dan jemih yang dapat digunakan dalam penafsiran
percobaan kimia dan dapat dicoba secara tepat di laboratorium. - Tokoh Ilmuwan
Penemu - http://tokoh-ilmuwan-penemu.blogspot.com/2009/10/tokoh-pra-socrates-pythagoras-dan.html
SEJARAH FILSAFAT KLASIK
1. Filsafat Yunani
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa
mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu
tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan
pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato:
"All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato". Pada
Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem filsafat yang masih
dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani seperti ada, menjadi,
substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan dunia merupakan
tema-tema bagi filsafat seluruhnya.
Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales,
Anaximandros dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada
alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan
yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap
tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu.
Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to
apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di
atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di
pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain.
Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan
bentuk hidup yang pertama adalah ikan. Dan manusia pertama tumbuh dalam perut
ikan. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikirpertama yang
mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam
semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan
adalah Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa
jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan,
dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan
mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu. Kedua dari
penemuannya terhadap interval-interval utama dari tangga nada yang
diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras
menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan
katanya segala-galanya adalah bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras
menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan
Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan
menyatakan bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang
perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu
sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa
di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang ada
sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur "Pantarhei kai uden menei"
yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.
Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah
Parmenides. Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak
ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi,
2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna, tidak bisa ditambah atau
diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak
sebagaimana klaim Herakleitos.
Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme yaitu
pendirian bahwa realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri dari satu
unsur saja. Para Filsuf berikut ini dikenal sebagai filsuf pluralis, karena
pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur.
Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata (akar) yaitu
api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam
dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci (Neikos).
Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan (manusia) berdasarkan prinsip yang
sama mengenal yang sama.Pluralis yang
berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah terdiri
dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Berbeda dari Empedokles yang
mengatakan bahwa setiap unsur hanya memiliki kualitasnya sendiri seperti api
adalah panas dan air adalah basah, Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya
terdapat dalam segalanya. Karena itu rambut dan kuku bisa tumbuh dari daging.
Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos hanya
berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur
dalam benih-benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu,
Anaxagoras dikatakan sebagai filsuf pertama yang membedakan antara "yang
ruhani" dan "yang jasmani". Pluralis Leukippos
dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf atomis. Atomisme mengatakan bahwa
realitas terdiri dari banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya
unsur-unsur terakhir ini disebut atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa atom-atom
dibedakan melalui tiga cara: (seperti A dan N), urutannya (seperti AN dan NA)
dan posisinya (seperti N dan Z). Jumlah atom tidak berhingga dan tidak
mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan
dan kekal.
Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong
sehingga memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
realitas seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang
kosong. Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari atom-atom. Menurutnya proses
pengenalan manusia tidak lain sebagai interaksi antar atom. Setiap benda
mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari atom-atom dan
berbentuk sama seperti benda itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan
disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-atom eidola.
Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya
berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin menyebabkan rasa
manis, persentuhan dengan atom kesat menimbulkan rasa pahit sedangkan sentuhan
dengan atom berkecepatan tinggi menyebabkan rasa panas, dan seterusnya.
Filsafat yunani
telah mencapai kejayaannya sehingga melahirkan peradaban yunani dan menjadikan
titik tolak peradaban manusia di dunia. Filsafat yunani telah menyebar dan
mempengaruhi di berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi
merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang
semula beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu
formulasi baru yaitu agama berintegrasi dengan filsafat, sehingga munculah
filsafat Eropa yang tak lain penjelmaan dari filsafat Yunani.
Filsafat barat abad
pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja
membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan
tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang
berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan
dihukum berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar
filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen.
1. PARA SCHOLASTIC ISLAM
Para Scholastic
Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah
Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal
filsafat Aristoteles.
Para ahli fikir Islam
(Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd
dll. Mereka itulah yang memberi sumbangan sangat besar bagi para filosof eropa
yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar.
Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir
Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.
1.1 Filsafat Islam Di Dunia Islam Timur
1.1.1 Al-Ghazali / 1050-1111 M (Tahafutut
al-Falasifah)
Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (lahir 1058 di Thus, Propinsi
Khurasan, Persia (Iran), wafat 1111, Thus) adalah seorang filosof dan teolog
muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Pokok pemikiran dari
al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan berfilsafat) dimana
al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan dengan kerancuan
berfikir mereka. Tiga diantaranya, menurut al-Ghazali menyebabkan mereka telah
kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.
Pemikiran al-Ghazali
mengenai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak kejadiannya sampai
akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk
pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran tersebut menjadi tanggung
jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah, sehingga
menjadi manusia yang sempurna.
Batas awal
berlangsungnya pendidikan menurutnya sejak bersatunya sperma dan ovum sebagai
awal kejadian manusia. Sedangkan batas akhir pendidikan itu orang yang berilmu
dan orang yang menuntut ilmu berserikat pada kebajikan dan manusia lain adalah
bodoh dan tak bermoral.
1.1.2 Suhrawardi / 1158-1191 M (Isyraqiyah /
Illuminatif)
Pokok pemikiran
Suhrawardi adalah tentang teori emanasi, ia berpendapat bahwa sumber dari
segala sesuatu adalah Nuur An-Nuur (Al-Haq) yaitu Tuhan itu sendiri. Yang
kemudian memancar menjadi Nuur al-Awwal, kemudian memancar lagi mejadi Nuur
kedua, dan seterusnya hingga yang paling bawah (Nur yang semakin tipis)
memancar menjadi Alam (karena semakin gelap suatu benda maka ia semakin padat).
Pendapatnya yang kedua
adalah bahwa sumber dari Ilmu dan atau kebenaran adalah Allah, alam dan Wahyu
bisa dijadikan sebagai perantara (ilmu) oleh manusia untuk mengetahui
keberadaan Allah. Sehingga keduanya, antara Alam dan Wahyu adalah sama-sama
sebagai ilmu.
1.1.3 Ibnu Khaldun (1332 M-1406 M)
Abdurrohman Ibn Khaldun
(1332 M-1406 M), lahir di Tunisia, adalah sosok pemikir muslim legendaris.
Khaldun membuat karya tentang pola sejarah dalam bukunya yang terkenal:
Muqaddimah, yang dilengkapi dengan kitab Al-I’bar yang berisi hasil penelitian
mengenai sejarah bangsa Berber di Afrika Utara. Dalam Muqaddimah itulah Ibnu
Khaldun membahas tentang filsafat sejarah dan soal-soal prinsip mengenai timbul
dan runtuhnya negara dan bangsa-bangsa.
Dalam mempertautkan
sejarah dengan filsafat, Ibnu Khaldun tampaknya ingin mengatakan bahwa sejarah
memberikan kekuatan intuisi dan inspirasi kepada filsafat, sedangkan filsafat
menawarkan kekuatan logika kepada sejarah. Dengan begitu, seorang sejarawan
akan mampu memperoleh hasil yang relatif valid dari proses penelitian
sejarahnya, dengan dasar logika kritis.
Dasar sejarah
filsafatnya adalah :
1) Hukum
sebab akibat yang menyatakan bawa semua peristiwa, termasuk peristiwa sejarah,
berkaitan satu sama lain dalam suatu rangkaian hubungan sebab akibat.
2) Bahwa
kebenaran bukti sejarah tidak hanya tergantung kepada kejujuran pembawa cerita
saja akan tetapi juga kepada tabiat zaman. Karena hal ini para cendekiawan memberinya
gelar dan titel berdasarkan tugas dan karyanya serta keaktifannya di bidang
ilmiah: 1). Sarjana dan filosof besar, 2). Ulama Islam,3. Sosiolog, 4.
Pedagang, 5. Ahli sejarah, 6.Ahli Hukum, 7. Politikus, 8. Sastrawan Arab, 9.
Administrator dan organisator
1.1.4 Al-Kindi (806-873 M)
Al-Kindi Nama
lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail
al-Ash‘ats bin Qais al-Kindi. Ia seorang filosof muslim yang pertama. Kindah
adalah salah satu suku Arab yang besar pra-Islam. Kakeknya Al-Ash’ats ibn Qais,
memeluk Islam dan dianggap sebagai salah seorang sahabat Nabi SAW. Al-Ash’ats
bersama beberapa perintis muslim pergi ke kufah, tempat ia dan keturunannya
mukim. Ayahnya adalah Ishaq al-Sabbah menjadi gubernur Kufah selama kekhalifahan
Abbasiyah al-Mahdi dan al-Basyid. Kemungkinan besar al-Kindi lahir pada tahun
185 H / 801 M.
Menurut al-Kindi
filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam, oleh karena
itu para sejarawan Arab awal menyebutnya “filosof Arab”. Menurutnya batasan
filsafat yang ia tuangkan dalam risalahnya tentang filsafat awal adalah
“filsafat” adalah pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu dalam batas-batas
kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai
kebenaran dan dalam prakteknya ialah menyesuaikan dengan kebenaran.
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat, fisika dan metafisika
(hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan sifat-sifatNya), Roh (Jiwa), dan
Kenabian.
1.1.5 Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M)
Nama lengkapnya adalah
abu bakar muhammad ibn zakaria ibn yahya al-razi. Di barat dikenal dengan
Rhazes. Ia lahir di Ray dekat Teheran pada 1 Sya’ban 251 H (865 M.
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan terhadap kenabian dan
wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa dan materi.
1.1.6 Al-Farabi (870-950 M)
Al-Farabi Nama
lengkapnya Abu Nash al-Farabi, lahir pada tahun 258 H / 870 M di Farab,
meninggal pada tahun 339 H / 950 M. Sejarah mencatatnya sebagai pembangun agung
sistem filsafat, dimana ia telah membaktikan diri untuk berfikir dan merenung,
menjauh dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan masyarakat.
Al-Farabi adalah
seorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi, diskosi,
keterangan dan penalarannya. Unsur-unsur penting filsafatnya adalah :
1) Logika,
2) Kesatuan filsafat, 3) Teori sepuluh kecerdasan, 4) Teori
tentang akal, 5) Teori tentang kenabian, 6) Penafsiran atas
al-Qur’an.
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika (hakekat Tuhan),
teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan teori kenabian.
1.1.7. Ibnu
Maskawih (932-1020 M)
Nama lengkapnya adalah
Abu Ali Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawih. Ia lahir di kota Ray (Iran)
pada 320 H (932 M) dan wafat di Asfahan pada 9 safar 421 H (16 Februari 1030
M).
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : filsafat akhlaq, dam filsafat jiwa.
1.1.8. Ibnu
Shina (980-1037 M)
Ibnu Sina (980-1037)
dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan,
dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan).
Ibnu Sina bernama
lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia ابوعلى سينا Abu Ali
Sina atau dalam tulisan arab : أبو علي الحسين بن عبد
الله بن سينا). Ibnu Sina lahir
pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan
(kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia
(Iran).
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : fisika dan metafisika, filsafat emanasi, filsafat
jiwa (akal), dan teori kenabian.
1.2. Filsafat Islam Di Dunia Islam Barat
1.2.1. Ibnu
Bajjah (1082-1138 M)
Nama lengkapnya adalah
Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Al-Sha’igh Al-Tujibi Al-Andalusi
Al-Samqusti Ibn Bajjah. Ibn bajjah dilahirkan di Saragossa, andalus pada tahun
475 H (1082 M).
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat akhlaq, dan
Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri).
1.2.2. Ibnu
Tufail (1082-1138 M)
Nama lengkapnya adalah
abu bakar Muhammad Ibn Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail
Al-Kaisyi. Di barat dikenal dengan abu bacer. Ia dilahirkan di guadix, 40 mil
timur laut Granada pada 506 H (1110 M) dan meninggal di kota Marraqesh, Marokko
pada 581 H (1185 M).
Pemikiran filsafatnya
berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin yaqadhan.
1.2.3. Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori
Kebenaran Ganda)
Ibnu Rusyd (Ibnu
Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126 – Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198) dalam bahasa
Arab ابن رشد
dan dalam bahasa Latin Averroes, adalah seorang filsuf dari Spanyol
(Andalusia).
Salah satu Pemikiran
Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan
masalah-masalah tersebut pada porsinya dari seranga al-Ghazali.Untuk itu ia
menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam buku ini Ibn Rusyd
menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam berfikirnya.
1.3 Filsafat Islam Setelah Ibnu Rushdi
1.3.1. Nashirudin
Thusi
Thusi, nama lengkapnya
adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Muhammad Al-Hasan Nashir Al-Din Al-Thuai
Al-Muhaqqiq. Ia lahir pada 18 Februari 1201 M / 597 H di Thus, sebuah kota di
Khurasan.
Diantara filsafatnya
adalah tentang metafisika, jiwa, moral, politik, dan kenabian.
1.3.2. Shuhrawardi
al-Maqtul
Nama lengkapnya adalah
Syeikh Shihab Al-Din Abu Al-Futuh Yahya Ibn Habasy Ibn Amirak Al-Suhrawardi, ia
dilahirkan di suhraward, Iran barat laut, dekat zan-jan pada tahun 548 H atau
1153 M.
Diantara filsafatnya
adalah tentang metafisika dan cahaya, epistimologi, kosmologi, dan psikologi.
1.3.3. Mulla
shadra
Nama lengkapnya
Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami Siyrazi, sering disebut shadr al-din
al-sirazi atau akhund mulla shadra. Dikalangan murid-muridnya diokenal dengan
shadr al-mutti’allihin. Ia dilahrikan di syiraz pada tahun 979 H/980 H atau
1571 /1572 M dari sebuah keluarga terkenal lagi berpengaruh.
Diantara filsafatnya
adalah tentang metafisika, epistimologi, dan fisika.
1.3.4. Muhammad
Iqbal
Dr.Muhammad Iqbal
dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal
berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah
memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur
Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf
1.3.3. Sayyid
Ahmad Khan
Dia adalah seorang
pendekar besar nasionalisme dan ia berpendapat bahwa Islam adalah agama akal.
Ia menolak segala hal dalam agama yang bertentangan dengan fakta-fakta ilmu
pengetahuan yang sudah terbukti kebenarannya.
Pada waktu itu golongan
muslim menolak belajar bahasa Inggris, dan mereka menganggap sebagai murtad
untuk belajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang didirikan oleh
bangsa Inggris. Sehingga pendidikan mereka jauh tertinggal dari golongan Hindu
yang memenuhi sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Inggris dan mengejar
pengetahuan modern dengan penuh semangat.
Maka dengan adanya hal
itu Ahmad Khan punya tugas yang sulit yaitu
1. Ia harus meyakinkan bangsa Inggris bahwa golongan muslim itu tidak loyal
2. Ia harus membujuk golongan muslim agar belajar bahasa Inggris dan melengkapi
dirinya dengan pengetahuan modern
Dengan tugas ini maka
ia berusaha menghilangkan antipati golongan muslim terhadap bahasa Inggris dan
pengetahuan modern melalui pidatonya dan dengan jalan mendirikan Aligarh School
yang menjadi Aligarh University,
1.4.Kesimpulan
Setelah melihat uraian
yang ada diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan
manusia yang tidak luput dari ilmu pengetahuan yang tumbuh melalui akal
pikiran, sehingga tercapai sesuatu yang diinginkan dan tidak mengandalkan dari
keturunannya untuk dapat meraih cita-citanya. Dengan pemikirannya itu misalnya
Ibnu Sina menemukan ilmu kedokterannya
2. PERIODE SCHOLASTIC KRISTEN
Periode Scholastic
Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, Yaitu: Masa
Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
2.1
Masa Scholastik Awal (Abad 9 – 12 M)
Masa ini merupakan kembagkitan pemikiran dari kungkungan
gerejawan yang telah membatasi berfilsafat, karena berfilsafat sangat
membahayakan bagi agama Kristen khususnya pihak gerejawan. Dan yang ditonjolkan
dalam masa ini adalah hubungan antara agama dengan filsafat karena keduanya
tidak dapat dipisahkan, dan dengan keduanya manusia akan memporoleh pengetahuan
yang lebih jelas. Tetapi masa ini filsafat masih bertumpu pada alam pikiran dan
karya-karya kristiani.
Masa ini juga berdiri sekolah-sekolah yang
menerapkan study duniawi meliputi: tata bahasa, retorikaa, dialektika, ilmu
hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik. Sekolah yang mula-mula ada di
biara Italia selatan ini akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah yang lain.
2.2.
Masa Scholatik Keemasan (1200 – 1300 M)
Pada masa ini Scholastik mengalami kejayaan yang
berlangsung dari tahun 1200-1300 M, disebut juga dengan masa yang berbunga dan
bertumbuh kembang, karena muncul banyak Universitas dan ordo-ordo yang
menyelenggarkan pendidikan ilmu pengetahuan.
Ada beberapa faktor kenapa pada masa ini Scholastic
mencapai keemasan. Pertama, pengaruh dari Aristoteles dan ahli fikir Islam
sejak abad ke 12 sehingga pada abad ke 13 telah tumbuh ilmu pengetahuan yang
luas. Kedua, berdirinya beberapa Universitas. Dan yang ketiga munculnya
ordo-ordo yang membawa dorongan kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada
abad ke 13.
Pada masa ini juga ada sorang filofos Agustinus yang
menolak ajaran Aristoteles karena sudah dicemari oleh ahli fikir Islam, dan hal
ini sangat membahayakan ajaran Kristen, maka Abertus Magnus dan Thomas, sengaja
menghilangkan unsure-unsur atau selipan-selipan dari Ibnu Rusyd. Upaya Thomas
Aquinas yang berhasil ini sehingga menerbitkan buku yang berjudul Summa
Theologie, yang merupakan bukti kemenangan ajaran Aris Toteles deselaraskan
dengan ajaran Kristen.
2.3
Masa Scholastik Akhir (1300 – 1450 M)
Masa ini ditandai denga kemalasan berfikir filsafat,
sehingga menjadi stagnasi pemikiran filsafat Scholasti Kristen, Nicolous
Cusanus (1401-1404 M) adalah tokoh yang terkenal pada masa ini, dan sebagai
tokoh pemikir yang terakhir pada masa Scholastik. Menurut pendaptnya terdapat
tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indera, dan kedua lewat akal, dan ketiga
lewat intuisi. Dengan indera manusia mendapatkan pengetahuan tentang
benda-benda yang berjasad (sifatnya tidak sempurna). Dengan akal manusia bisa
mendapatkan bentuk yang abstrak yang telah ditangkap oleh indera. Dan yang
ketiga intuisi, dalam intuisi manusia akan mendapatkan pengetahuan yang lebih
tinggi, karena dengan intuisi manusia dapat mempersatukan apa yang oleh akal
tidak dapat dipersatukan. Karena keterbatasan akal itu sendiri maka dengan
intuisiah diharapkan sampai pada kenyataan, yaitu Tuhan.