Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan
meninggal disana pada tahun 347 S.M. dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari
keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting dalam politik
Atena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negara. Tetapi
perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti
jalan hidup yang diingininya itu. Namanya bermula ialah Aristokles. Nama plato
diberikan oleh gurunya. Ia memperoleh nama itu berhubung dengan bahunya yang
lebar.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai
seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu., seni dan filosofi.
Pandangan yang dalam dan abstrak sekalipun dapat dilukiskannya dengan gaya
bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof sebelumnya dapat menandinginya
dalam hal ini. Juga sesudahnya tak ada. Hukuman yang ditimpakan itu dipandangnya
suatu perbuatan zalim meminum racun besar sekali pengaruhnya atas pandangan
hidup plato. Sokrates dimatanya adalah seorang yang sejujur-jujurnya dan
seadil-adilnya, orang yang tak pernah berbuat salah. Hukumn yang ditimpakan itu
dipandangnya sebagai suatu perbuatan zalim semata-mata, yang dilakukan oleh
orang yang moril tidak bertanggung-jawab. Ia sangat sedih dan menamakan dirinya
seorang anak yang kehilangan bapak. Ia sedih tetapi terpaku karena pendirian
sokrates yang menolak kesempatan yang diberikan untuk melarikan diri dari
penjara, dengan memperingatkan ajarannya “lebih baik menderita kezaliman dari
berbuat zalim”. Tak lama sesudah sokrates meninggal, plato pergi dari Atena.
Itulah permulaan ia mengembara 12 tahun lamanya dari tahun 399 S.M. mula-mula
ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Beberapa lama ia
disana tidak diketahui betul. Ada cerita yang mengatakan, bahwa ia disitu
mengarang beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian dalam
masalah hidup, berdasarkan ajaran sokrates. Dari Megara ia pergi ke kyrena,
dimana ia memperdalam pengetahuannya ten tang matematik pada seorang guru ilmu
itu yang bernama Theodoros.
Plato
bertitik tolak dari polemik antara Parmenides dengan Heraklitos. Pamenides
mengaggap bahwa realitas itu baerasal dari hal Satu (The One),
yang tetap, tidak berubah, sedangkan Heraklitos bertitik tolak dari hal Banyak
(The Many) yang selalu berubah. Plato memadukan kedua pandangan
itu dan menyatakan, bahwa di samping hal-hal yang beranekaragam dan dikuasai
oleh gerak serta perubahan-perubahan itu (Sebagaimana yang diyakini
Heraklitos), tentu ada yang tetap, yang tidak berubah (Sebagaimana yang
diyakini Pamenides). Plato menunjukkan bahwa yang serba berubah itu dikenal
oleh pengamatan, sedangkan yang tidak berubah dikenal sebagai akal. Plato
berhasil menjembatani pertentangan yang ada antara Heraklitos, yang menyangkal
tiap perhentian dan Parmenides, yang menyangkal tiap gerak dan perubahan. Hal
hal tetap, yang tidak berubah, yang kekal itu oleh Plato disebut ide.
Pemikiran
metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai Being (hal ada)
dan Becoming (menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali
membangkitkan persoalan Being dan mempertentangkannya dengan Becoming.
Plato menemukan bahwa “Becoming (hal menjadi) , yakni dunia yang
berubah, tidak memuaskan atau tidak memadai sebagai objek pengetahuan, karena
bagi Plato setiap bentuk pengetahuan bersesuaian dengan suatu jenis objek.
Plato memikirkan pengetahuan asli (genuine knowledge), yaitu suatu
jenis pengetahuan yang tidak dapat berubah, sehingga objeknya haruslah sesuatu
yang tidak dapat berubah (Change-less). Plato yakin bahwa
pengetahuan (yang asli) itu harus dicurahkan pada Being.
Being bagi Plato, dibentuk oleh dunia yang merupakan pola-pola dari
segala sesuatu yang dapat diinderawi, sedangkan ide-ide itu secara kodrati
bersifat kekal dan abadi.
Alasan
Plato membedakan Being dan Becoming, adalah sebagai
cara untuk mencari dasar kebenaran pengetahuan. Tiap pemahaman akan sesuatu
melibatkan sebuah proses latihan dan pendidikan yang panjang bagi ketajaman
mental, yang hanya dapat dicapai melalui disiplin. Bidang Forms
yang menentukan bidang Being tidak sulit untuk dipahami, manakala
Forms merupakan kualitas universal dari hal-hal yang dapat
diinderawi, sifat-sifat sesuatu seperti: “merah”, “manusia”, merupakan kualitas
sesuatu yang konkret, yang mudah dipahami oleh orang awam. Sesungguhnya Plato
lebih menaruh perhatian pada kualitas yang lebih abstrak, yakni hal-hal yang
mencerminkan sifat-sifat yang lebih umum (general properties)
seperti: “Kesatuan”, “Keadilan” dan “Kebaikan”. Sifat-sifat belakangan ini
mengandung ide-ide abadi yang tidak akan pernah mati dan selalu merupakan
problem aktual dalam pemikiran umat manusia.
Tujuan
utama filsafat menurut Plato adalah penyelidikan pada entitas, seperti apa yang
dimasudkan dengan keadilan, kecantikan, cinta, hasrat, kesamaan, kesatuan.
Plato
yang mengangkat problem The One and The Many
melihat bahwa kedua hal ini (kesatuan dan keanekaragaman) terpisah menjadi dua
dunia, yakni dunia ide dan dunia bayangan. Dunia real dengan kejamakan atau
keanekaragaman hanya meruapakan dunia bayangan, sedangkan yang benar-benar ada
menjamin kesatuan adalah dunia ide. Dunia ide itu tersusun secara hierarkis di
bawah pimpinan ide utama, yaitu ide kebaikan.
Plato
juga sangat memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Phytagoras, sebab ada
hubungan yang erat antara kepastian matematis dengan kesempurnaan ide.
Keterikatan Plato pada kesempurnaan ide dan kepatisn matematik menjadikannya
lebih memusatkan pada penelitian kepada cara berfikir (aspek metodis) daripada
apa yang dapat dialami atau dapat ditangkap oleh indera. Oleh karena itu Plato
dapat dikatakan seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan
sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme manakala menerangkan bidang
nilai (Aksiologis).
DAFTAR PUSAKA
Tim dosen fisafat
ilmu UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogayakarta, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar